“Telah gugur pahlawanku /Tunai sudah janji bakti /Gugur satu tumbuh seribu/ Tanah air jaya sakti”
Sepenggal lirik lagu rekaan Ismail Marzuki yang diberi judul Gugur Bunga, dapat memberikan suatu pencerahan agar generasi berikutnya dapat mengenang jasa para pahlawan yang telah lebih dulu hidup dan berjuang untuk tanah air. “Mati satu tumbuh seribu” itulah diharapkan, sebuah keinginan yang tak muluk-muluk untuk menjadikan pahlawan sebagai figure yang patut di contoh.
Gugur bukan berarti kalah, gugur bukan berarti ajal menjemput terlalu cepat. Gugur tak juga berhenti berjuang. Gugur bukan alasan untuk menjadi penghias tembok sekolahan dengan label pahlawan nasional. Bukan pula bertempur melalui liang lahat. Tapi semangat mereka hingga kini, terus menerus meracuni bagaikan virus yang tersebar untuk calon pahlawan-pahlawan baru. Walaupun kini mereka telah tiada.
Amalan serta semangat para pahlawan memberikan angin segar bagi benih-benih pemimpin yang baru lahir ke muka bumi. Tak harus dengan senjata ataupun sebuah bambu. Jika kita masih ingat sejarah, satu nama yang tercatat sebagai pahlawan nasional tertanggal 25 juni 1971, sejarah mengangkat Wage Rudolf Soepratman atau yang popular di sebut W.R Soepratman, memberikan potret seorang pahlawan yang justru berjuang untuk indonesia dengan biola dan pena.
Meskipun beliau tak sampai tahu bagaimana pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno dan Hatta, gugur sebelum kemerdekaan bukan alasan seorang komponis yang sukses menanam saham untuk kemerdekaan dengan menggubah lagu kebangsaan “Indonesia Raya” ini dapat dikatakan gagal.
Berkat lagu gubahan personil Jazz Band “Black and White” ini pada kongress pemuda 2, berhasil membawakan lagu kemerdekaan pertama kali ke muka publik meskipun tanpa syair, karena kata-kata dalam lirik tersebut dikhawatirkan akan memicu sikap represif aparat penjajah. Berawal dari hal itu, berbagai organisasi politik pemuda di nusantara menjadikan lagu tersebut sebagai lagu wajib untuk membuka berbagai rapat mereka. Semacam pematik yang menyulut api semangat membawa kemerdekaan hingga ke depan pintu gerbang.
Dan kini, kita telah menikmati kemerdekaan, menyanyikan lagu kebangsaan dengan sekeras-kerasnya, tanpa harus tertekan oleh para penjajah yang telah di usir 70 tahun yang lalu. Menghargai karya beliau merupakan suatu keharusan. Layaknya sebuah vitamin, melalui karya beliau mencoba membuka mata kita. Bahwa perjuangan bisa dilakukan dengan banyak cara, terlebih lagi berjuang dalam kehidupan.